Senin, 23 Januari 2017

Makalah Injeksi


TUGAS FARMASETIKA DASAR
“INJEKSI”
Dosen : Amelia Febriani, M.Si., Apt.


Disusun Oleh : Ambar Selawati               15330044
Nurul Jannah                   15330045
Tri Ayu Permana Sari     15330048
M.Tegar Arjunnaidi        15330055
Nurul Fauziah                  15330068
Renita Noviani Purba      15330076



FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
(Semester Ganjil TA 2016/2017)


KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan rahmat-Nya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan “Makalah Farmasetika Dasar tentang INJEKSI” ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi besar  yakni Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan jurnal ini secara umumnya dan kepada Dosen Mata Kuliah Farmasetika Dasar.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan karena penulis masih dalam tahap pembelajaran. Namun, kami tetap berharap agar tugas ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Kritik dan saran dari penulisan makalah ini sangat kami harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan pada makalah kami berikutnya. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.




                                                                                                            Jakarta, Desember  2016

                                                                                                                       Penulis









DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................................... ii

BAB I PEDAHULUAN............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................... 3
A. Pengertian Injeksi........................................................................................................... 3
B. Penggolongan Injeksi...................................................................................................... 3
C. Macam-Macam Cara Penyuntikkan................................................................................ 4
D. Komponen Injeksi.......................................................................................................... 5
E. Cara Pembuatan Obat Suntik.......................................................................................... 12
F. Syarat-Syarat Injeksi....................................................................................................... 15
G. Penandaan Menurut FI.ed.IV........................................................................................ 15
H. Keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediaan Injeksi....................................................... 16

BAB III PENUTUP................................................................................................................... 17
A. Kesimpulan..................................................................................................................... 17
B. Saran............................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA           




BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukan pemberian lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikan. Obat-obat dapat disuntikan ke dalam hampir seluruh orga atau bagian tubuh termasuk sendi (intrasricular), ruang cairan sendi (intrasynovial), tulang punggung (intraspinal) ke dalam cairan spinal (intrathecal), arteri (intraarterial), dan dalam keadaan gawat bahkan ke dalam jantung (intracardiac). Tetapi yang paling umum obat suntik dimaksudkan untuk dimasukkan ke dalam vena (intravena), ke dalam otot (intramuskular), ke dalam kulit (intradermal) atau dibawah kulit (subkutan)
Adapun prinsip-prinspi pemberian obat yang benar meluputi 6 hal, yaitu : Benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar rute dan benar dokumentasi. Benar pasien dapat dipastikan dengan memeriksa identitas pasien dan harus dilakukan setiap akan memberikan obat. Benar obat memastikan pasien setuju dengan obat yang telah diresepkan berdasarkan kategori perintah pemberian obat, yaitu :perintah tetap (standing order), perintah satu kali (single order), perintah PRN (jika perlu), perintah stat (segera). Benar dosis adalah dosis yang diresepkan pada pasien tertentu. Benar waktu adalah saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan. Benar rute disesuaikan dengan tingkat penyerapan tubuh pada obat yang telah diresepkan. Benar dokumentasi meliputi nama, tanggal, waktu, rute, dosis dan tanda tangan atau insial petugas.

B.     RUMUSAN MASALAH
Masalah pokok dalam pembahasan ini yaitu bagaimana pemberian injeksi, cara melakukan injeksi.
1. Apa itu Injeksi?
2. Bagaimana Penggolongan Sediaan Injeksi?
3. Bagaimana Cara Penyuntikkan Sediaan Injeksi?
4. Apa Saja Komponen dari Sediaan Injeksi?
5. Bagaimana Cara Pembuatan Obat Suntik?
6. Apa Saja Syarat Sediaan Injeksi?
7. Seperti Apa Keuntungan dan Kerugiaan dari Sediaan Injeksi?


C.    TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memahami teknik pemberian obat secara injeksi.
1. Mengetahui Pengertian Injeksi
2. Mengetahui Pengolonggan Sediaan Injeksi
3. Mengetahui Cara Penyuntikkan Sediaan Injeksi
4. Mengetahui Komponen dari sediaan Injeksi
5. Mengetahui Cara Pembuatan Obat Suntik
6. Mengetahui Syarat Sediaan Injeksi
7. Mengetahui Keuntungan dan Kerugian dari Sediaan Injeksi

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Injeksi
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.(FI.III.1979). Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.(FI.IV.1995)

B.     Penggolongan Injeksi
Sediaan steril untuk sedian perenteral digolongkan menjadi lima jenis yang berbeda yaitu :
a)      Sediaan berupa larutan dalam air/minyak/pelarut organik yang lain. Misalnya :
·         Inj. Vit. C , pelarutnya aqua pro injection
·         Inj. Camphor oil, pelarutnya olea neutralisata ada injection
·         Inj. Luminal , pelarutnya Sol . Petit atau propilenglikol dan air
b)      Sedian padat kering ( untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer, atau bahan tambahan lain, dan larutan yang di peroleh setelah penambahan pelarut yang sesuai dan memenuhi persyaratan injeksi di tandai denga  nama bentuknya .......Steril.
Misalnya : Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat steril
c)      Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai.
Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G steril untuk suspensi
d)     Sedian berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak di suntikan secara intervena atau kedalam saluran spinal , ditandai dengan nama suspensi.......steril. Dalam FI III disebut suspesi steril (zat padat yang telah di suspensikan dalam pembawa yang cocok dan steril ).
Misalnya : Inj. Suspensi hidrokortison asetat steril
e)      Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengenceran atau bahan tambahan lain.
Misalnya : Inj. Penicilline Oil untuk injeksi

C.    Macam-Macam Cara Penyuntikan
a)      Injeksi intrakutan atau intradermal (i.k / i.c)
Dimasukkan ke dalan kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosa. misalnya deteksi alergi terhadap suatu zat/obat. Volume yang disuntikkan antara 0,1 – 0,2 ml.

b)      Injeksi subkutan (s.k / s.c) atau hipodermik
Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveola. Volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 mL. Umumnya larutan bersifat isotonis, sedang pH netral, bersifat depo (absorbsinya lambat). Dapat diberikan dalam jumlah besar ( volume 3-4 liter/hari de3ngab penambahan enzim hialuronudase), bila pasienm tersebut tidak dapat diberikan infus intravena. Cara ini disebut “Hipodermaklisa”.

c)      Injeksi intramuskular (i.m)
Disuntikkan ke dalam atau diantara lapisan jaringan/ otot. Injeksi dalam bentuk larutan, suspensi atau emulsi dapat diberikan dengan cara ini. Yang berupa larutan dapat diserap dengan cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap lambat dengan maksud untuk mendapatkan efek lama. Volume penyuntikan antara 4-20 ml, disuntikan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.

d)     Injeksi intravenus (i.v)
Disuntikkan langsung kedalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh, sebab akan menyumbat pembuluh darah vena. Dibuat isotonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis maka disuntiknya lambat/ perlahan-lahan dan tidak memperngaruhi sel darah, volume antara 1-10 mL. Jika dosis tunggal dan diberikan lebih dari 15 mL, tidak boleh mengandung bakterisida, dan  jika lebih dari 10 mL harus bebas pirogen. Pemberian lebih dari 10 mL umumnya disebut infus intravena/ infusi/infundabilia.

e)      Injeksi intraarterium (i.a)
Disuntikkan kedalam pembuluh darah arteri/perifer/tepi, volume yang disuntikkan 1-10 mL .Tidak boleh mengandung bakterisida.

f)       Injeksi intrakor/ intrakardial (i.kd)
Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikulus, Tidak boleh mengandung bakterisida,disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.

g)      Injeksi intratekal (it), intraspinal (i.s), intradural (i.d) , subaraknoid.
Disuntikkan langsung ke dalam saluran sum-sum tulang belakang pada dasar otak (antara 3-4 atau 5-6 lumba vertebra) yang berisi cairan cerebrospinal. Berupa larutan, harus isotonis, harus benar-benar steril, bersih sebab jaringan syaraf di daerah ini sangat peka.

h)      Injeksi intratikulus
Disuntikkan ke dalam cairan sendi dalam rongga sendi. Bentuk suspensi / larutan dalam air.

i)        Injeksi subkonjungtiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di mata bawah. Berupa suspensi / emulsi tidak lebih dari 1 mL.

j)        Injeksi intrabursa
Disuntikkan kedalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan susupensi dalam air.

k)      Injeksi intraperitoneal (i.p)
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat : bahaya infeksi besar.

l)        Injeksi peridural (p.d), ekstra dural, epidural.
Disuntikkan ke dalam ruang epidura, terletak di atas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sum-sum tulang belakang.

D.    Komponen Injeksi
1.    Bahan obat / zat berkhasiat
a) Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam Farmakope.
b) Pada etiketnya tercantum : p.i ( pro injection )
c) Obat yang beretiket p.a ( pro analisa ) walaupun secara kimiawi terjamin kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk injeksi.

2.     Zat pembawa / zat pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian :
a.      Zat pembawa berair
     Umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat pula digunakan injeksi NaCl, injeksi glukosa, injeksi NaCl compositus, Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat pembawa mengandung air, menggunakan air untuk injeksi, sebagai zat pembawa injeksi harus memenuhi syarat Uji pirogen dan uji Endotoksin Bakteri. NaCl dapat ditambahkan untuk memperoleh isotonik. Kecuali dinyatakan lain, Injeksi NaCl atau injeksi Ringer dapat digunakan untuk pengganti air untuk injeksi.
     Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara Sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan.
     Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi , harus disterilkan dengan cara sterilisasi A, segera setelah diwadahkan.

b.      Zat pembawa tidak berair
                 Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection) misalnya Ol. Sesami, Ol. Olivarum, Ol. Arachidis.
Pembawa tidak berair diperlukan apabila :
(1)      Bahan obatnya sukar larut dalam air
(2)      Bahan obatnya tidak stabil / terurai dalam air.
(3)      Dikehendaki efek depo terapi.
Syarat-syarat minyak untuk injeksi adalah :
(1)      Harus jernih pada suhu 100 .
(2)      Tidak berbau asing / tengik
(3)      Bilangan asam 0,2 - 0,9
(4)      Bilangan iodium 79 – 128
(5)      Bilangan penyabunan 185 – 200
(6)      Harus bebas minyak mineral
(7)      Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih atau massa padat yang menjadi jernih diatas suhu leburnya dan tidak berbau asing atau tengik
                 Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh disuntikkan secara i.v , hanya boleh secara i.m.

3.  Bahan pembantu / zat tambahan
Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud :
a)        Untuk mendapatkan pH yang optimal
b)        Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
c)        Untuk mendapatkan larutan isoioni
d)        Sebagai zat bakterisida
e)        Sebagai pemati rasa setempat ( anestetika lokal )
f)         Sebagai stabilisator.

              Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan efektivitas harus memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah yang digunakan, tidak mempengaruhi efek terapetik atau respon pada uji penetapan kadar. Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan akhir.
Pemilihan dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih dari 5 ml.
Kecuali dinyatakan lain berlaku sebagai berikut :
§  Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01 %
§  Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol  tidak lebih dari 0,5 %
§  Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit, bisulfit atau metabisulfit ,  tidak lebih dari 0,2.

Ø  Untuk mendapatkan pH yang optimal
          pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain adalah 7,4 dan disebut Isohidri. Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH cairan tubuh, sering injeksi dibuat di luar pH cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan bahan tersebut.
Pengaturan pH larutan injeksi diperlukan untuk :
1.      Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat, menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat.
2.      Mencegah terjadinya rangsangan / rasa sakit waktu disuntikkan. Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 9) dapat menyebabkan nekrosis jaringan (jaringan menjadi mati), sedangkan pH yang terlalu rendah (di bawah 3) menyebabkan rasa sakit jika disuntikkan. misalnya beberapa obat yang stabil dalam lingkungan asam : Adrenalin HCl, Vit.C, Vit.B1 .

              a.  pH dapat diatur dengan cara :
1.    Penambahan zat tunggal , misalnya asam untuk alkaloida, basa untuk golongan sulfa.
2.    Penambahan larutan dapar, misalnya dapar fosfat untuk injeksi, dapar borat untuk obat tetes mata.

b.  Yang perlu diperhatikan pada penambahan dapar adalah :
1.      Kecuali darah, cairan tubuh lainnya tidak mempunyai kapasitas dapar.
2.      Pada umumnya larutan dapar menyebabkan larutan injeksi menjadi hipertonis.
3.      Bahan obat akan diabsorpsi bila kapasitas dapar sudah hilang, maka sebaiknya obat didapar pada pH yang tidak jauh dari isohidri. Jika kestabilan obat pada pH yang jauh dari pH isohidri, sebaiknya obat tidak usah didapar, karena perlu waktu lama untuk meniadakan kapasitas dapar.

Ø  Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
Larutan obat suntik dikatakan isotonis jika :
1.      Mempunyai tekanan osmotis sama dengan tekanan osmotis cairan tubuh ( darah, cairan lumbal, air mata ) yang nilainya sama dengan tekanan osmotis larutan NaCl 0,9 % b/v.
2.      Mempunyai titik beku sama dengan titik beku cairan tubuh, yaitu - 0,520C.
     Jika larutan injeksi mempunyai tekanan osmotis lebih besar dari larutan NaCl 0,9 % b/v, disebut " hipertonis ", jika lebih kecil dari larutan NaCl   0,9 % b/v disebut " hipotonis " .
     Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik keluar dari sel , sehingga sel akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat sementara dan tidak akan menyebabkan rusaknya sel tersebut.
     Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi akan diserap dan masuk ke dalam sel, akibatnya dia akan mengembang dan menyebabkan pecahnya sel itu dan keadaan ini  bersifat tetap. Jika yang pecah itu sel darah merah, disebut " Haemolisa ". Pecahnya sel ini akan dibawa aliran darah dan dapat menyumbat pembuluh darah yang kecil.
     Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis, tetapi jangan sampai hipotonis.
     Cairan tubuh kita masih dapat menahan tekanan osmotis larutan injeksi yang sama nilainya dengan larutan NaCl 0,6 - 2,0 % b/v.

Ø Larutan injeksi dibuat isotonis terutama pada penyuntikan :
1.       Subkutan : jika tidak isotonis dapat menimbulkan rasa sakit, sel-sel sekitar penyuntikan dapat rusak, penyerapan bahan obat tidak dapat lancar.
2.       Intralumbal , jika terjadi perubahan tekanan osmotis pada cairan lumbal, dapat menimbulkan perangsangan pada selaput otak.
3.        Intravenus, terutama pada Infus intravena, dapat menimbulkan haemolisa.

Ø Untuk mendapatkan isoioni
     Yang dimaksud isoioni adalah larutan injeksi tersebut mengandung ion-ion yang sama dengan ion-ion yang terdapat dalam darah, yaitu : K+ , Na+ , Mg++ , Ca++ , intravena.
a.  Sebagai zat bakterisida / bakteriostatik
Zat bakterisida perlu ditambahkan jika  :
1.      Bahan obat tidak disterilkan, larutan injeksi dibuat secara aseptik.
2.      Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara penyaringan melalui penyaring bakteri steril.
3.      Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara pemanasan pada suhu 980 – 1000 selama 30 menit.
4.      Bila larutan injeksi diberikan dalam wadah takaran berganda.

Zat bakterisida tidak perlu ditambahkan jika  :
1.      Volume sekali penyuntikan melebihi 15 ml.
2.      Bila larutan injeksi tersebut sudah cukup daya bakteriostatikanya ( tetes mata Atropin Sulfat dalam pembawa asam borat, tak perlu ditambah bakterisida, karena asam borat dapat berfungsi pula sebagai antiseptik ).
3.      Pada penyuntikan : intralumbal, intratekal, peridural, intrasisternal, intraarterium dan intrakor.

b.  Sebagai zat pemati rasa setempat / anestetika local
Digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada tempat dilakukan penyuntikan , yang disebabkan larutan injeksi tersebut terlalu asam.  Misalnya Procain dalam injeksi Penicillin dalam minyak, Novocain dalam injeksi Vit. B-compleks, Benzilalkohol dalam injeksi Luminal-Na.

c.  Sebagai Stabilisator
Digunakan untuk menjaga stabilitas larutan injeksi dalam penyimpanan. Stabilisator digunakan untuk :
1.      Mencegah terjadinya oksidasi oleh udara, dengan cara:
§  Mengganti udara di atas larutan injeksi dengan gas inert, misalnya gas N2 atau gas CO2.
§  Menambah antioksidant untuk larutan injeksi yang tidak tahan terhadap O2 dari udara. Contohnya : penambahan Na-metabisulfit / Na-pirosulfit 0,1 % b/v pada larutan injeksi Vit.C, Adrenalin dan Apomorfin.
2.      Mencegah terjadinya endapan alkaloid oleh sifat alkalis dari gelas. Untuk ini dapat dengan menambah chelating agent EDTA ( Etilen Diamin Tetra Asetat ) untuk mengikat ion logam yang lepas dari gelas / wadah kaca atau menambah HCl sehingga bersuasana asam.
3.      Mencegah terjadinya perubahan pH dengan menambah larutan dapar.
4.      Menambah / menaikkan kelarutan bahan obat, misalnya injeksi Luminal dalam Sol.Petit, penambahan Etilendiamin pada injeksi Thiophyllin.
4. Wadah dan Tutup
              Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian diluar persyaratan resmi, dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan, penyimpanan, penjualan dan penggunaan.
              Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk setiap sediaan umumnya tertera dalam masing-masing monografi.

Wadah dapat dibedakan menjadi :
§ Wadah dosis tunggal (single dose)
Adalah wadah untuk sekali pakai yang harus digunakan setelah tutupnya dibuka. Wadah dosis tunggal disebut juga ampul. Wadah ini ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api sehingga tertutup kedap tanpa penutup karet.



§ Wadah dosis ganda (multiple dose)
Adalah wadah yang memungkinkan dapat diambilnya isinya beberapa kali tanpa mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu atau kemurnian sisa zat dalam wadah tersebut. Wadah untuk beberapa kali penyuntikan.
Wadah dosis ganda disebut dengan vial (flacon), terdiri dari botol kaca dengan penutup sumbat karet yang dilapisi dengan alumunium seal.



Dibedakan : wadah untuk injeksi dari kaca atau plastik.

Ø Wadah Kaca
Syarat wadah kaca :
1.      Tidak boleh bereaksi dengan bahan obat
2.      Tidak boleh mempengaruhi khasiat obat.
3.       Tidak boleh memberikan zarah / partikel kecil ke dalam larutan injeksi.
4.      Harus dapat memungkinkan pemeriksaan isinya dengan mudah.
5.      Dapat ditutup kedap dengan cara yang cocok.
6.      Harus memenuhi syarat " Uji Wadah kaca untuk injeksi "

            Wadah dari plastik contoh polietilen, polipropilen. Wadah plastik disterilkan dengan cara sterilisasi gas dengan gas etilen oksida.
Keuntungan : netral secara kimiawi, tidak mudah pecah dan tidak terlalu berat hingga mudah diangkut, tidak diperlukan penutup karet.
Kerugian : dapat ditembus uap air hingga kalau disimpan akan kehilangan air, juga dapat ditembus gas CO2.

            Digunakan pada wadah dosis ganda yang terbuat dari gelas / kaca. Tutup karet dibuat dari karet sintetis atau bahan lain yang cocok. Untuk injeksi minyak , tutup harus dibuat dari bahan yang tahan minyak atau dilapisi bahan pelindung yang cocok.
Syarat tutup karet yang baik adalah bila direbus dalam otoklaf, maka :
§ Karet tidak lengket / lekat, dan jika ditusuk dengan jarum suntik, tidak melepaskan pecahannya serta segera tertutup kembali setelah jarum suntik dicabut.
§ Setelah dingin tidak boleh keruh.
§ Uapnya tidak menghitamkan kertas timbal asetat ( Pb-asetat ).

Cara mencuci :
mula-mula dicuci dengan detergen yang cocok, jangan memakai sabun Calsium / Magnesium karena ion-ion itu akan mengendap pada dinding kaca. Bilas dengan air dan rebus beberapa kali pendidihan, tiap kali pendidihan, air diganti.

Cara sterilisasi :
masukkan tutup karet ke dalam labu berisi larutan bakterisida, tutup, sterilkan dengan cara sterilisasi A, biarkan selama tidak kurang dari 7 hari. Bakterisida yang digunakan harus sama dengan bakterisida yang digunakan dalam obat suntiknya dengan kadar 2 kalinya dengan volume untuk tiap 1 gram karet dibutuhkan 2 ml.
Tutup karet yang mengandung Na-pirosulfit, sebelum dipakai harus direndam dalam larutan bakterisida yang mengandung Na-pirosulfit 0,1 % selama tidak kurang dari 48 jam.

a.      Persiapan pembuatan obat suntik :
1.      Perencanaan
Direncanakan dulu, apakah obat suntik itu akan dibuat secara aseptik atau dilakukan sterilisasi akhir ( nasteril  ).
Pada pembuatan kecil-kecilan alat yang digunakan antara lain pinset, spatel, pengaduk kaca, kaca arloji yang disterilkan dengan cara dibakar pada api spiritus.
Ampul, Vial atau flakon beserta tutup karet, gelas piala, erlemeyer, corong yang dapat disterilkan dalam oven 1500 selama 30 menit ( kecuali tutup karet, didihkan selama 30 menit dalam air suling atau menurut FI.ed.III )
Kertas saring, kertas G3, gelas ukur disterilkan dalam otoklaf. Untuk pembuatan besar-besaran di pabrik, faktor tenaga manusia juga harus direncanakan.

2.      Perhitungan dan penimbangan
Perhitungan dibuat berlebih dari jumlah yang harus didapat, karena dilakukan penyaringan, kemudian ditimbang. Larutkan masing-masing dalam Aqua p.i  yang sudah dijelaskan cara pembuatannya, kemudian dicampurkan.
b.      Pembuatan larutan injeksi :
Dalam garis besar cara pembuatan larutan injeksi dibedakan :
1. Cara aseptik
2. Cara non-aseptik ( Nasteril )

1. Cara aseptic :
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak atau mengurai.
Caranya :
Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan yang lainnya yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat pembantu dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik hingga terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptik
Skema pembuatan secara aseptik :


2. Cara non-aseptik ( NASTERIL ).
Dilakukan sterilisasi akhir
Caranya : 
bahan obat dan zat pembantu dilarutkan ke dalam zat pembawa dan dibuat larutan injeksi. Saring hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat larutan. Masukkan ke dalam wadah dalam keadaan bersih dan sedapat mungkin aseptik, setelah dikemas, hasilnya disterilkan dengan cara yang cocok.



Skema pembuatan secara non-aseptik :



Keterangan:
·         Penyaringan
Lakukan penyaringan hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat. Pada pembuatan kecil-kecilan dapat disaring dengan kertas saring biasa sebanyak 2 kali , lalu disaring lagi dengan kertas saring G3.

·         Pengisian ke dalam wadah
Cairan :
Farmakope telah mengatur volume tambahan yang dianjurkan.
Bubuk kering :
Jumlah bubuk diukur dengan jalan penimbangan atau berdasarkan volume, diisi melalui corong.
Pengisian dengan wadah takaran tunggal dijaga supaya bagian yang akan ditutup dengan pemijaran, harus bersih, terutama dari zat organik, karena pada penutupan zat organik  tersebut akan menjadi arang dan menghitamkan wadah sekitar ujungnya .
Membersihkan bagian leher wadah dapat dilakukan dengan :
a.       memberi pelindung pada jarum yang dipakai untuk mengisi wadah.
b.      menyemprot dengan uap air pada mulut wadah obat suntik yang dibuat dengan pembawa berair.

·         Penutupan Wadah
Wadah dosis tunggal
Ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api hingga tertutup kedap.
Wadah dosis ganda
Ditutup dengan karet melalui proses pengurangan tekanan hingga karet tertarik ke dalam. Tutup karet dilapisi dengan tutup alumunium.

·         Penyeterilan ( Sterilisasi )
Sterilisasi menurut Fi.ed.III dan IV.dapat dilakukan sesuai dengan persyaratan masing-masing monografinya dan sifat dari larutan obat suntiknya

F.  Syarat - Syarat Injeksi
Syarat berikut hanya berlaku bagi injeksi berair :
1.      Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis. Pelarut dan bahan penolong harus dicoba pada hewan dulu, untuk meyakinkan keamanan pemakaian bagi manusia.
2.      Jika berupa larutan harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat, kecuali yang berbentuk suspensi.
3.      Sedapat mungkin lsohidris, yaitu mempunyai pH = 7,4, agar tidak terasa sakit dan penyerapannya optimal.
4.      Sedapat mungkin Isotonik, yaitu mempunyai tekanan osmose sama dengan tekanan osmose darah / cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan haemolisa. Jika terpaksa dapat dibuat sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis.
5.      Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun yang apatogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun spora.
6.      Bebas pirogen, untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau lebih sekali penyuntikan.
7.      Tidak boleh berwarna kecuali memang zat berkhasiatnya berwarna.

Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml :
Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100 ml atau kurang.
Penandaan : Pada etiket tertera
·         Nama sediaan
·         Untuk sediaan cair tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam volume tertentu
·         Untuk sediaan kering tertera jumlah zat aktif
·         Cara pemberian
·         Kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluwarsa
·         Nama pabrik pembuat dan atau pengimpor
·         Serta nomor lot atau nomor bets yang menunjukkan identitasnya

Wadah injeksi yang akan digunakan untuk dialisis, hemofiltrasi atau cairan irigasi dan volume lebih dari 1 liter, diberi penandaan bahwa sediaan tidak digunakan untuk infus intravena.,
Untuk injeksi yang mengandung antibiotik : juga harus tertera kesetaraan bobot terhadap U.I dan tanggal kadaluwarsanya. Injeksi untuk hewan ditandai untuk menyatakan khasiatnya.
Pengemasan; Sediaan untuk pemberian intraspinal, intrasisternal atau pemakaian periduraldikemas hanya dalam wadah dosis tunggal.

Keuntungan :
a.       Bekerja cepat , misalnya pada injeksi Adrenalin pada schock anfilaksis.
b.      Dapat digunakan jika : obat rusak jika kena cairan lambung, merangsang jika ke cairan lambung, tidak diabsorpsi secara baik oleh cairan lambung.
c.       Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin
d.      Dapat digunakan sebagai depo terapi

Kerugian :
a.       Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.
b.      Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
c.       Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
d.      Secara ekonomis lebih mahal dibanding dengan sediaan yang digunakan per oral.










BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.
Ada berbagai macam cara penyuntikan injeksi meliputi Injeksi intrakutan atau intradermal (i.k / i.c), Injeksi subkutan (s.k / s.c) atau hipodermik, Injeksi intramuskular (i.m), Injeksi intramuskular (i.m), dll.
Komponen injeksi terdiri dari bahan obat / zat berkhasiat, zat pembawa / zat pelarut, bahan pembantu / zat tambahan, wadah dan tutup.
Dalam garis besar cara pembuatan larutan injeksi dibedakan : cara aseptik dan cara non-aseptik ( Nasteril ).
Salah satu keuntungan injeksi adalah bekerja cepat , misalnya pada injeksi Adrenalin pada schock anfilaksis. Sedangkan kerugiannya adalah karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan dan cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.

B.   Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan makalah ini Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang  memberikan kritik dan saran  demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis.






DAFTAR PUSTAKA



Maryani dan Ezla Gustanti.2013.”Ilmu Resep”.Jakarta:P2B Comuniti.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.